Jumat, 25 September 2009

Pengenalan dan Pengendalian OPT Padi


Tri Wahyuni, SP


I. PENDAHULUAN

Usaha budidaya tanaman padi tidak pernah lepas dari kendala, salah satunya yaitu faktor gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Dalam rangka meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas maka upaya – upaya pengendalian OPT perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat merugikan bahkan pada tingkat yang parah dapat menyebabkan puso. Beberapa OPT utama padi yang perlu mendapatkan perhatian serius diantaranya tikus, wereng coklat, penggerek batang, tungro, dan hawar daun oleh bakteri (kresek).
Dalam usaha pengendalian OPT banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya ekosistem pertanian, golongan jasad pengganggu, ambang ekonomi, pengambilan contoh / monitoring populasi, pemanfaatan musuh-musuh alam dan teknik / cara pengendalian yang dilaksanakan. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) padi, khususnya hama pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi hama utama (key pest), hama sewaktu-waktu (occasional pest) dan hama potensial (potential pest). Kelompok-kelmpok hama tersebut berbeda-beda untuk tiap-tiap tanaman dan daerah.
Informasi mengenai bioekologi dan pengendalian OPT perlu dihimpun, sehingga dapat digunakan sebagai pegangan baik bagi para pelaku pertanian (petani) maupun petugas lapangan untuk bersama-sama menangani permasalahan yang muncul. Dalam rangka pengendalian OPT, konsepsi dasar Pengendalian Hama Terpadu harus dimengerti dan dihayati oleh setiap petani dan petugas dan yang berhubungan dengan usaha pertanian. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai Organisme Pengganggu Tanaman padi dengan mengenal bioekologi yang meliputi morfologi dan perilakunya dalam ekosistem pertanian, sehingga pengambilan keputusan dalam rangka upaya pengendalian dapat efisien dan efektif.

II. PENGENALAN GEJALA DAN SERANGAN OPT PADI

2.1. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
a. Ekobiologi
Tikus mempunyai kemampuan berkembangbiak sangat cepat dengan jumlah anak banyak. Variasi jumlah anak tikus adalah 6-18 ekor (rerata 10 ekor) dengan seks rasio 1:1. Dalam satu musim tanam tikus dapat mencapai kepadatan populasi yang sangat tinggi. Perkembangbiakan tikus selalu terjadi pada stadia vegetatif sehingga pada setiap akhir musim tanam (2-5 minggu setelah panen) akan dijumpai puncak kepadatan populasi. Tikus sawah dapat berkembang biak mulai pada umur 1,5-5 bulan. Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Selama 1 tahun seekor tikus betina dapat melahirkan 4 kali sehingga dalam 1 tahun dapat dilahirkan 32 anak, dan populasi dari satu pasang tikus sapat mencapai 1200 ekor turunan.
Tikus mempunyai indra penglihatan yang lemah dan buta warna namun diimbangi indra penciuman, peraba dan pendengaran yang tajam. Perubahan kepadatan populasi tikus sangat dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan tanaman dan kondisi lapang. Pada saat ada pertanaman, tikus hadir di lalpang, namun pada kondisi lapangan diberakan / diistirahatkan atau tidak ada makanan maka tikus sawah akan menginfestasi tepat-tepat penyimpanan / perumahan penduduk sekitar atau pindah ke tempat lain yang tersedia makanan.

b. Gejala serangan
Pada tanaman padi kerusakan karena serangan tikus terjadi akibat batang padi digigit / dipotong. Bekas gigitan terlihat membentuk sudut potong kurang lebih 45 derajat dan masih mempunyai sisa bagian batang yang tidak terpotong.
Pada tanaman fase vegetatif, seekor tikus dapat merusak antara 11-176 batang padi per malam. Sedangkan pada saat bunting kemampuan merusak meningkat menjadi 24-246 batang per malam. Kerusakan berat karena serangan tikus biasanya hanya menyisakan beberapa baris tanaman pada bagian tepi.
Besarnya kerugian karena serangan tikus ditentukan oleh banyaknya anakan yang gagal menghasilkan malai masak pada waktu panen.

c. Pengendalian
1). Gerakan gropyokan, yaitu pengendalian secara mekanis dengan cara membongkar liang-liang aktif dan tikus yang ditemukan langsung dimatikan dengan dipukul bambu / alat lain
2). Pengemposan, dilakukan dengan mengasapi liang tikus dengan asap belerang, sehingga tikus yang ada di dalam mati lemas
3). Persemaian yang terkonsentrasi, terutama untuk suatu satuan hamparan, bertujuan untuk memudahkan pengendalian tikus yaitu dengan memagari persemaian dengan pagar plastik serta pemasangan alat bubu perangkap
4). Sanitasi, dengan cara membersihkan semak belukar, gulma, pembongkaran lubang tikus, perbaikan pematang dan sarang tikus di lingkungan pertanaman padi dan sekotarnya.
5). Pengumpanan beracun, dengan rodentisida terutama dilakukan pada saast pra tanam dan pada saat pertanaman fase vegetatif.
6). Pengendalian dengan cara kultur teknis, yaitu dengan mengkombinasikan metode penggunaan tanaman perangkap dan metode pengendalian dengan pemagaran plastik dan alat bubu perangkap, dilakukan pada fase sebelum tanam.
7). Pengendalian secara biologis, dengan menggunakan musuh alami diantaranya dengan anjing dan burung hantu.
Kunci sukses pengendalian : pengendalian pada saat dini, massal dan serentak serta terus menerus.

2.2. Penggerek Batang
a. Ekobiologi
Di Indonesia dikenal 6 jenis penggerek batang padi yaitu penggerek batang padi kuning ( Scirpophaga incertulas), penggerek batang padi putih (S. Innotata), penggerek batang padi merah jambu (Sessamia inferens), penggerek batang padi bergaris (Chilo supressalis), penggerek batang padi berkepala hitam (C.polychrysus), dan penggerek batang padi berkilat (C. auticilius). Penggerek batang padi putih paling dominan dan luas penyebarannya, diikuti penggerek batang padi merah jambu, penggerek batang bergaris, penggerek batang merah jambu, penggerek batang berkepalahitam dan penggerek batang berkilat.
Ngengat penggerek batang padi pada umumnya meletakkan telur pada malam hari antara pukul 19.00-22.00. Peletakan telur berlangsung hingga 3-5 hari pada malam berikutnya, diletakkan secara berkelompok, satu kelompok tiapmalamya. Ngengat aktif pada malam hari, tertarik cahaya dan mempnyai daya terbang yang kuat. Selama hidupnya ngengat betina mempu bertelur hingga 100-600 butir. Lama stadia telur penggerek batang padi berkisar 6-9 hari.
Larva penggerek keluar dari samping atau atas kelompok telur menembus lapisan rambut penutup juga dapat keluar dari bawah kelompok telur dengan membuat 2-3 lubang keluar untuk menembus daun. Cara perpindahan larva yang baru menetas dipengaruhi fase pertumbuhan padi, yaitu dengan bergerak menuju bagian pucuk tanaman, kemudian menggantungkan diri dengan benang halus, terayun-ayun angin,lalu jatuh ke air atau ke tanaman lain sampai menemukan tepat yang cocok untuk menggerek ke dalam batang melalui celah antara pelepah dan batang atau menggerek langsung pada pelepah daun.
Stadia pupa terbungkus kokon berwarna putih dalam ruas batang terbawah dekat bakal lubang keluar, berkisarbantara 6-11 hari.

b. Gejala serangan
1). Fase pesemaian dan pertumbuhan anakan
Gejala dapat dibedakan menjadi dua; pertama jika larva yang baru menetas masuk melalui tulang daun maka terlihat tulang daun dekat pangkal daun patah dan kuning. Kedua, jika larva langsung masuk ke dalam batang dan memakan titik tumbuh maka batang / pucuk yang baru keluar terus menggulung (layu), warna daun pucuk berangsur-angsur menjadi kuning / merah akhirnya kering dan mati. Bila batang dibelah biasanya ditemukan beberapa larva/ulat.
Akibat masuknya larva/ulat penggerek batang ke dalam batang padi dan menggerek bagian dalam batang menyebabkan unsur hara tidak sampai ke daun sehingga menyebabkan gejala sundep (daun mengering). Pada fase pertumbuhan anakan merupakan masa paling kritis, karena tanaman gagal membentuk anakan.
2). Fase bunting dan berbunga
Pada fase bunting dan berbunga, batang padi kembali lunak, sehingga jika terjadi serangan penggerek maka gejala serangannya disebut beluk, yaitu matinya malai akibat tangkai malai terpotong total oleh gerekan hama/ulat penggerek. Apabila serangan terjadi pada saat padi sedang berbunga maka beluk yan timbul akan berwarna putih dan hampa, tetapi jika serangan terjadi pada saat pengisian bulir, biasanya sebagian bulir akan berisi dan sebagian lagi hampa. Gejala awal beluk ditandai dengan perubahan warna bulir padi dari hijau segar menjadi hijau pucat terutama di bagian pinggir dan ujungnya, selanjutnya putih pada seluruh bulir.

c. Pengendalian
1). Pola tanam
- dengan tanam serentak meliputi areal seluas-luasnya dan dalam satu wilayah kelompok mempunyai perbedaan waktu tanam paling lama 2 minggu.
- Jika memungkinkan dilakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi
- Di daerah endemis sebaiknya ditanam varietas dengan struktur tanaman lebih tahan terhadap kerusakan karena serangan penggerek
- Pengelompokan persemaian dalam hamparan sesuai kondisi setempat dengan tujuan memudahkan pengumpulan kelompok telur secara massal.
2). Cara fisik mekanik
- Pengumpulan kelompok telur terutama di persemaian
- Penyabitan tanaman padi serendah mungkin sampai permukaan tanah pada saat panen.
- Penggenangan air setinggi ± 10 cm pada lahan bekas serangan selam 1 minggu, dengan tujuan mempercepat pembusukan tunggul bekas jerami agar individu larva/pupa penggerek mati.
3). Pemanfaatan musuh alami, diantaranya parasit telur sejenis lebah / tabuhan, predator jenis burung, kepik, capung, dan laba-laba.
4). Penggunaan insektisida secara bijaksana apabila serangan /populasi telah mencapai ambang batas yang ditetapkan.

2.3. Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
a. Ekobiologi
Dalam perkembangan hidupnya, wereng coklat mempunyai tiga stadium pertumbuhan yaitu stadium telur, nimfa dan dewasa. Telur diletakkan secara berkelompok pada pelepah daun, sedangkan jika populasi tinggi dapat dijumpai juga pada tlang daun baik permukaan atas maupun bawah. Stadium telur membutuhkan waktu antara 7-11 hari. Nimfa yang baru menetas berwarna keputihan dan berangsur menjadi coklat. Stadium nimfa terjadi 5 kali pergantian kulit dan waktu yang dibutuhkan pada masing-masing instar adalah 2-4 hari. Wereng coklat dewasa mempunyai dua bentuk, sayap panjang (makroptera) dan sayap pendek (brakhiptera). Bentuk makroptera merpakan indikator populasi pendatang dan emigrasi, sedangkan brakhiptera populasi penetap.
Suhu optimum untuk perkembangan antara 18-28 0 C.
Wereng coklat mepunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap ketahanan suatu varietas padi, sehingga penanaman varietas tahan secara terus menerus dapat merangsang perubahan virulensi dan akhirnya muncul koloni / biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas yang ditanam.

b. Gejala serangan
Apabila populasi tinggi, warna daun dan batang tanaman berubah menjadi kuning, kemudian coklat jerami dan akhirnya seluruh tanaman mengering bagaikan terbakar.
c. Pengendalian
1). Pra tanam
- Peningkatan pengamatan populasi sejak awal persemaian.
- Pemusnahan singgang / sisa tanaman yang terserang virus yang ditularkan wereng coklat yaitu kerdil rumput dan kerdil hampa.
- Pemusnahan bibit yang terserang irus yang ditularkan wereng coklat.
2). Pada tanaman muda (tanam- anakan maksimum)
- Menanam varietas yang terbukti tahan di daerah yang bersangkutan. Hindari penanaman varietas rentan / pemicu
- Eradikasi selektif tanaman yang terserang ringan dan eradikasi total bagi tanaman terserang sampai berat
- Penggunaan insektisida yang diijinkan apabila terjadi peningkatan populasi wereng coklat > 10 ekor / rumpun pada tanaman umur < 40 hari setelah tanam (hst) atau > 40 ekor / rumpun saat tanaman berumur > 40 hst.
3). Tanaman tua
- Tanaman yan terserang ringan – berat dieradikasi seletif dan yang puso dieradikasi total
- Penggunaan insektisida berijin jika terjadi peningkatan populasi > 40 ekor / rumpun saat tanaman berumur > 40 hst.
- Apabila populasi meningkat dan serangan meluas utamakan menggunakan insektisida berbahan aktif Buprofesin secara spot treatment (Applaud 10 WP, Applaud 100 EC)

2.4. Tungro
a. Gejala
Rumpun tanaman yang sakit menunjukkan pertumbuhan terhambat, warna daun berubah menjadi kuning sampai kuning jingga. Perubahan warna daun bermula dari ujung daun, meluas ke bagian pangkal daun. Pada daun terlihat bercak-bercak berwarna coklat karat. Kadang gejala kuning pada tanaman yang masih muda dapat hilang karena bertambahnya umur tanaman sehingga seolah tanaman menjadi sembuh. Gejala perubahan warna daun tergantung varietas, umur dan keadaan lingkungan pertumbuhan.
Tanaman yang terinfeksi tumbuh kerdil, jumlah anakan sedikit, helaian daun dan pelepah memendek. Bagian bawah daun helaian daun muda terjepit pelepah daun sehingga daunnya terpuntir atau menggulung sedikit. Malai pendek, gabah tidak terisi sempurna / hampa dan terdapat bercak coklat yang menutupi malai.

b. Penyebab
Penyakit tungro disebabkan oleh virus tungro. Serangga penular virus tungro terutama adalah wereng hijau (Nephotettix virescens) dan wereng loreng (Recifia dorsalis). Virus tidak ditularkan melalui telur serangga, biji, tanah, air, angin dan secara mekanis (gesekan).
c. Pengendalian
1). Eradikasi sumber inokulum
2). Penanaman varietas tahan
3). Pemilihan waktu tanam yang tepat
4). Konservasi dan pemanfaatan musuh alami
5). Monitoring ancaman di persemaian
6). Tanam sistem legowo untuk menekan pemencaran wereng hijau sebagai vektor virus
7). Monitoring ancaman saat tanaman muda
8). Pengendalian dengan insektisida kimiaawi berijin berbahan aktif imidacloprid, tiametoksan, atau karbofuran.
9). Perbaikan pola tanam/pergiliran tanaman

2.5. Hawar daun bakteri / kresek (Xanthomonas oryzae)
a. Gejala
Infeksi pertama tampak sebagai garis-garis antar tulang daun berwarna hijau tua, mengandung air dan tembus cahaya. Garis-garis tersebut dapat membesar dan membentuk lepuh yang panjang dan mengering. Seluruh daun dapat terserang dan warnanya berubah menjadi hijau bercampur kelabu. Infeksi dapat menjalar terus ke arah titik tumbuh, pada akhirnya seluruh rumpun padi mengering. Batang padi yang diserang bila ditekan akan keluar lendir dan tunas-tunas muda mengering semua.

b. Penyebab
Penyakit kresek disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae

c.Pengendalian
 PEMILIHAN LOKASI DAN WAKTU TANAM
- Informasi sebaran ras blas dan strain bakteri patogen (pemetaan)
- Waktu kritis tidak pada waktu basah ( Lama pengembunan), puncak sebaran spora/bakteri
 PENGGUNAAN VARIETAS TAHAN
- Informasi grouping varietas sesuai dengan ras blas/ strain bakteri
 PENGGUNAAN BENIH SEHAT
- Perlakuan benih dengan kaporit/ air garam, benih tenggelam indikator sehat
 POLA BERCOCOK TANAM INTRPLANTING
- Penanaman campuran varietas yang sifat geetik berbeda
 SANITASI LINGKUNGAN
- Pembersihan saluran irigasi dari gulma ( l. hexandra, P repens, E. crusgalli)
- Pembersihan singgang/ jerami bergejala
 MANIPULASI LINGKUNGAN
- Sistem tanam legowo, mengatur mikro klimat
- Pengairan berselang 3 – 6 kali sehari, memperbaiki aerasi tanah
 PEMUPUKAN
- Penggunaan pupuk organik yang matang
- Penggunaan pupuk berimbang
- Aplikasi pupuk K
PEMANFAATAN AGENS ANTAGONIS
- Bakteri antagonis Corynebacterium untuk HDB
- dosis 5 cc/lt (populasi 106 Cfu/ml), Volume 600 lt/ha; waktu 3x ( 14 hst, 28 hst, 42 hst)
 PENGGUNAAN PESTISIDA
- Terdaftar untuk blas (6 jenis0; untuk HDB belum ada yang terdaftar

2.6. Siput Murbei / keong mas
a. Bioekologi
Siput hidup di air, tapi bisa bertahan hidup sampai enam bulan di dalam tanah jika lahan tersebut kekeringan. Setiap bulan siput dewasa mampu menghasilkan lebih dari 1000 butir telur. Telur diletakkan pada bagian tanaman, benda-benda mengapung,tepi galengan, dinding saluran air, tonggak bambu. Cara makan dengan memotong batang padi bagian bawah yang masih muda dan lunank (persemaian dan pertanaman umur 1-3 mst).
Siklus hidup meliputi telur, menetas antara 7-14 hari. Masa pertumbuhan awal umur 15-25 hari, masa pertumbuhan lanjut umur 26-59 hari. Masa berkembang biak (dewasa) umur 60 hari sampai 3 tahun.

b. Gejala serangan
Pada pertanaman terserang tanaman akan rebah karena batang bagian bawah dipotong selanjutya dimakan oleh siput. Apabila populasi tinggi akan tampak spot-spot pada lahan tanaman, seperti terserang tikus. Gejala serangan biasanya terjadi pada tanaman umur 1-3 mst dan gejala serangan mutlak (rumpun dimakan habis) terjadi antara umur 1-7 hari setelah tanam.

c. Pengendalian
- Memasang saringan di saluran irigasi yang masuk ke persawahan
- Menggunakan pagar plastik untuk mencegah siput masuk ke areal persemaian
- Membuat parit / saluran kecil di sepanjang tepi pematang, agar lebih memudahkan cara pengendalian
- Sebarkan kapur tohor sebanyak 50-100 kg / ha pada lahan persawahan
- Pengumpulan kelompok telur dan populasi siput yang ada di pertanaman, pematang maupun di sekitar secara massal
- Memasang ajir perangkap telur siput dan dimusnahkan

2.7. Penyakit Blas (Pyricularia oryyzae)
a. Penyebab : jamur Pyricularia oryyzae.

b. Gejala
Penyakit blas dapat menyerang tanaman padi sejak di persemaian hingga menjelang panen dengan gejala berupa bercak pada daun dan gejala busuk ujung malai, yang menyebabkan kerugian besar karena hampir semua bulir pada malai hampa dan mudah patah.

c.Pengendalian
1). Budidaya / kultur teknis
- penanaman serentak pada waktu yang tepat dengan memperhatikan kelembaban udara untuk menghindari serangan yang berat.
- Pergiliran varietas / tanaman untuk memutus siklus hidup patogen dengan menghilangkan tanaman inang
- Varietas tahan / toleran
2). Fisik mekanik.
- Pemusnahan jerami untuk memusnahkan / mengurangi sumber inokulum
3). Pestisida berijin dan bijaksana
- Perlakuan benih dengan fungisida sistemik untuk varietas yang kurang tahan di daerah endemik
- Untuk mengurangi kehilangan hasil karena serangan busuk leher, maka di daerah endemis aplikasi fungisida disarankan pada stadium awal berbunga

2.7. Hama Ganjur (Orseolia oryzae)
a. Ekobiologi
Serangga ganjur dewasa berbentuk seperti nyamuk berwarna kemerahan. Serangga aktif pada malam hari, dan tertarik pada cahaya lampu. Dalam perkembangan hidupnya mempunyai empat stadia pertumbuhan yaitu : Telur – larva – pupa – dewasa. Telur diletakkan secara tersebar atau berkelompok pada bulu-bulu ligula, pelepah daun dan bagian bawah helai daun. Segera setelah menetas larva bergerak menuju titik tumbuh melalui celah-celah antara pelepah daun dan batang. Larva hidup dan berkembang di dalam titik tumbuh. Pupa berada di dalam puru dan menjelang dewasa bergerak ke ujung puru dan keluar sebagai serangga dewasa melalui lubang yang dibuatnya.
Lama siklus hidup serangga ganjur antara 26-35 hari. Stadium telur berkisar antara 3-5 hari, larva 15 hari, pra pupa 5 hari dan pupa 5 hari. Seekor serangga betina dewasa dapat meletakkan telur 96-168 butir selama masa hidupnya yaitu ± 3 hari.
Larva ganjur hanya dapat berkembang selama tanaman dalam fase vegetatif. Setelah fase anakan maksimum tercapai, populasi serangga ganjur akan menurun, tetapi dengan tumbuhnya anakan-anakan baru yang diserang lagi populasi ganjur dapat terus berkembang.
Keadaan iklim sangat mempengaruhi perkembangan hama ganjur. Kelembaban nisbi 80 % dan suhu antara 26-30 o C, curah hujan antara 199-478 mm sangat cocok untuk perkembangannya. Cuaca mendung dan hujan gerimis sangat baik bagi perkembangannya.
Selain faktor iklim, parasitoid dan pemangsa sebagai musuh alami mempengaruhi perkembangan populasi hama ganjur.

b. Pengendalian
1). Budidaya / kultur teknis
- Di daerah dataran rendah dengan mengusahakan waktu tanam dini, tidak lebih lambat dari 1,5 bulan sebelum puncak hujan tertinggi,
- Tanam serentak
- Pengaturan jarak tanam (dianjurkan > 20 x 20 cm) dengan jumlah bibit yang tidak terlalu banyak.
- Varietas tahan
2). Biologi
- Pemanfaatan musuh alami : parasitoid telur dan larva (Platygaster oryzae)
3). Pestisida bijaksana
- Pengendalian dengan pestisida hanya dilakukan pada fase vegetatif
- Waktu paling tepat adalah pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dan dapat diulang lagi (jika serangan berat) pada 4 minggu setelah tanam.

Artikel pertanian yang seperti apa yang anda butuhkan?